Bagi kamu yang pernah berkecimpung di dunia perpajakan pasti pernah mendengar istilah bukti potong pajak. Akan tetapi, bagaimana dengan yang asing dengan dunia perpajakan? Apakah kamu memahami pentingnya dokumen satu ini?
Tahukah kamu? Bahwa bukti pemotongan pajak merupakan suatu hal yang penting, terutama untuk para pekerja?
Tenang, kali ini, Kami akan menjelaskan serba-serbi bukti pemotongan pajak mulai dari definisi hingga hukum yang melandasinya. Yuk, disimak!
Apa Itu Bukti Potong Pajak
Menyadur Klikpajak, bukti potong pajak, atau disingkat bupot, adalah sebuah formulir atau dokumen yang akan diterima dari pemotong pajak. Formulir ini nantinya akan digunakan sebagai bukti bahwa pajak penghasilan subjek wajib telah dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berperan sebagai sebagai pihak pemotong.
Umumnya, fungsi bukti pemotongan pajak adalah sebagai sarana pemerintah untuk mengawasi seluruh jenis pajak yang wajib dipotong. Formulir bukti potong ini merupakan dokumen resmi karena setiap bukti dari pajak yang dipungut akan disetorkan ke negara.
PKP akan membutuhkan bupot sebagai persyaratan untuk membuat pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh). Bupot juga berguna bagi subjek wajib pajak yang telah dipotong hak penghasilannya.
Keberadaan bukti potong ini sangat penting bagi subjek karena dapat digunakan sebagai bukti bahwa penghasilannya telah dipotong dan dibayarkan kepada PKP.
Setelah itu, subjek yang telah dipotong pajaknya dapat menggunakan dokumen bukti potong saat ia akan melaporkan SPT Tahunan atau Masa PPh. Pada dasarnya, formulir bukti potong untuk karyawan terbagi menjadi dua kategori yang berbeda, yakni formulir 1721 A1 dan formulir 1721 A2.
Perbedaan dari kedua kategori ini adalah jika formulir 1721 A1 diserahkan kepada karyawan atau pegawai perusahaan swasta.
Nantinya, formulir 1721 A1 wajib diserahkan oleh pihak pemotong pajak atau bendahara perusahaan dan akan digunakan sebagai prasyarat pelaporan SPT Tahunan untuk setiap pribadi yang menerima penghasilan.
Sedangkan, formulir 1721 A2 akan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Polisi Republik Indonesia (Polri), dan para pensiunannya.
Dasar Hukum Bukti Potong Pajak
Seperti halnya aturan lain dari pemerintah, bukti potong pajak juga dapat ditemukan pada sumber hukum negara.
Melansir Online Pajak, dasar hukum yang mengatur bupot adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan.
Dalam Permenkeu ini, disebutkan bahwa bukti pemotongan pajak adalah sebuah dokumen berupa formulir, baik dalam bentuk kertas maupun dokumen elektronik, yang telah dipersamakan dan dibuat oleh pemotong PPh sebagai bukti atas pemotongan PPh. Dokumen satu ini mengungkapkan besaran PPh yang telah dipotong atau dipungut dari satu subjek wajib pajak.
Selain itu, terdapat juga sumber hukum yang menjelaskan pembuatan bukti potong pajak, yakni dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Kendati demikian, UU PPh sudah mengalami beberapa kali perubahan. Meskipun tidak signifikan, berikut adalah bentuk perubahannya dari tahun ke tahun:
- perubahan pertama: UU No. 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
- perubahan kedua: UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
- perubahan ketiga: UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
- perubahan keempat: UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Aturan Membuat Bukti Potong Pajak
Sejatinya, ketentuan terkait aturan pembuatan bukti pojok pajak sudah diatur oleh pemerintah dalam UU PPh. Kemudian, pemerintah juga mempertegas bahwa pihak pemotong atau pemungut harus menyerahkan bukti pemotongan pada pihak wajib pajak yang penghasilannya telah dipotong.
Melansir Klikpajak, semua penjelasan mengenai hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh. Tujuannya adalah sebagai kepastian hukum dan pedoman mengenai kejelasan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.
Poin-poin penting dalam pembuatan bukti pemotongan PPh sesuai PMK No. 12/PMK.03/2017 ini adalah sebagai berikut:
- bukti potong PPh bisa digunakan sebagai kredit pajak
- bukti dari pemotongan bisa dimanfaatkan sebagai bukti pelunasan PPh
- bukti pemotongan PPh dapat berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik
- bisa dilakukan pembuatan ulang atau bahkan pembatalan bukti potong pajak pada kondisi tertentu
Cara Membuat Bukti Potong Pajak
Dewasa ini, jika hendak membuat bukti potong pajak, maka kamu harus menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26. Menurut Pajakku, e-Bupot 23/26 merupakan sebuah aplikasi yang telah ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
Aplikasi tersebut dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan pajak, serta menjadi sarana kiat membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik.
Cara membuat bupot pada e-Bupot dianggap lebih efektif dan mudah. Berikut adalah langkah-langkahnya yang perlu kamu ketahui:
1. Isi identitas
Langkah pertama yang perlu kamu lakukan saat membuat bukti potong pajak di e-Bupot 23/26 adalah untuk mengisi identitas penandatangan bukti potong yang berisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, dan yang bertindak sebagai pengurus atau kuasa wajib pajak.
Setelah itu, segera berikan centangan pada bagian status aktif, dan jika kamu akan membuat bukti potong PPh 23, klik menu input BP 23. Namun, akan membuat bukti potong PPh 26 melalui e-Bupot, kamu harus klik menu input BP 26.
Selanjutnya, kamu perlu menyantumkan tahun pajak, masa pajak dan identitas wajib pajak yang dipotong. Identitas pada pembuatan bukti potong PPh tersebut berupa: NPWP atau NIK, nama, dan alamat lengkap.
2. Lengkapi data dokumen
Selanjutnya, yang perlu kamu lakukan adalah untuk mengisi data dokumen yang menjadi dasar pemotongan PPh 23 dan data pajak penghasilan yang dipotong. Sedangkan, jika kamu akan membuat bukti potong PPh 26, tambahkan dokumen dan isilah identitas dokumen, diantaranya adalah nama dan nomor dokumen dan tanggal pengajuan.
Setelah mengisi identitas dokumen pemotongan PPh 26, isi penandaan pada perlakuan pajaknya. Jika transaksi yang dilakukan mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka, kamu wajib melampirkan dokumen terkait melalui menu unggah dokumen pendukung.
Setelah itu, segera isi jumlah penghasilan pajak yang perlu dipotong. Dalam hal ini, kamu dapat klik “hitung” untuk memastikan penghitungan pajak secara otomatis dan antirepot.
Terakhir, isi identitas pemotong pajak, kemudian, beri tanda pernyataan yang telah disediakan sebelum melakukan penyimpanan. Cukup mudah bukan? Itu dia penjelasan Kami terkait bukti potong pajak yang perlu kamu ketahui.
Intinya, formulir tersebut perlu dibuat sebagai prasyarat untuk membuat SPT dan keperluan dokumen lainnya.
Untungnya, kini membuat bupot dapat dilakukan dari rumah menggunakan aplikasi yang sudah disediakan pemerintah. Maka dari itu, jangan sampai lupa untuk mengajukan pembuatannya, ya!